♥ DuniaRihma ♥

♥ DuniaRihma ♥
♥ DuniaRihma ♥

Kamis, 07 April 2011

Kembalikan!


Oleh, Shinzaburo Mochizuki

                Tempat olahraga di sekolah ku menghadap kearah utara dan menikung lebar berbentuk busur. Dulu disini ada sungai yang bernama sungai Tenbin, dan lapangan ini pun dibuat mengikuti alirannya. Menurut cerita orang tua yang telah lama tinggal disin, dulu aliran sungai ini sangat cepat. Jika Banjir, jembatannya terbawa arus. Karenanya, ada juga orang yang menyebutnya sungan Tenbin sebagai sungai tanpa jembatan.

                Di perbatasan sungai Tenbin dan lapangan olahraga terdapat sebuah kuil kecil. Pada suatu hari hujan, guru olahraga, Pak Okawa bercerita kepada kami.
                “Hari ini, cerita seram, ya! Dulu, beberapa waktu setelah dibangunnya sekolah ini, kira-kira 70 tahun yang lalu, pada saat pembuatan lapangan olahraga, 2 orang pekerja menemukan sebuah kuil kecil.”
                “Kuil kecil, yang ada di halaman sekolah?”
                “Betul, kuil kecil itu. Mereka menggali kuil itu dan menggulingkannya ke tepi sungai.”
                Penanggung jawab pembangunan itu, Pak M, malam harinya, ketika sedang tidur di rumahnya, dadanya terasa sangat sesak . Dia mengigau lalu terbangun. Dia tak bisa tidur lagi, dan ketika menoleh ke sudut kamar, dia sangat terkejut. Seorang nenek dengan rambut putih terjuntai, duduk di situ dengan mata penuh kebencian. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuh pak M, yang gemetar. Tentu saja, suaranya pun tak bisa keluar. Kemudian, dengan suara parau nenek itu, berkata,

                “Aku, digulingkan ke tepi sungai Tenbin. Cepat, kembalikan aku ke tempat semula! Kembalikan aku ke tempat semula!”
                “Pak M. tak ingin mengingat lagi mata yang penuh kebencian dan suara yang mengerikan itu. Namun, ia tak bisa tidur sekejap pun. Begitu fajar menjelang, tanpa makan terlebih dahulu, dia bergegas ke tempat pembangunan sekolah yang masij tertutup kabut.”
                “Tempat pembangunan lapangan olahraga?”
                “Ya, di tepinya. Di sungai Tenbin terguling sebuah kuil kecil.”
                “Oh, jadi yang diminta dikembalikan ke tempat semula adalah kuil itu?”
                “Ya, betul. Tetapi, dimana tempatnya semula? Pada apel pagi, Pak M menanyakan siapa yang menggali kuil itu. Namu tak ada jawaban. Lalu, ditanyanya lebih jauh lagi. Ternyata, 2 orang yang mengerjakan lapangan olahraga. Hari itu tidak hadir. Mereka adalah pegawai teladan yang tak pernah absen sehari pun. Pak M sangat khawatir.”

                “Dia sangat terkejut ketika mampir ke pondokan mereka saat istirahat siang. Muka mereka sangat merah, kepala terkulai di atas bantal air, dahi dikompres dengan es, dan terdengar suara mengaduh. Kemarin mereka tiba-tiba terserang demam tinggi dan tak bisa bangun.”
                “Dari kedua orang yang sulit berbicara ini, akhirnya Pak M mengetahui di mana temoat asal kuil kecil itu. Kemudian, dikembalikannya, dan dipanggilnya pendeta untuk melakukan penyucian. Ajaib, panas mereka langsung turun.”
                “Belakangan diketahui bahwa kepala sekolah pun juga melihat sosok nenek itu dalam mimpi buruknya.”

                “Nah, tentang kuil ini, dulu jembatan sungai Tenbin selalu hanyut, sampai-sampai disebut sebagai sungai tanpa jembatan. Agar tak hanyut lagi, diperlukan tiang manusia. Kalian tahu ‘kan apa itu tiang manusia? Manusia yang dikubur hidup-hidup saat pembuatan jembatan. Mereka percaya, dengan begitu jembatan akan kuat.”
                “Uh, sadis!”
                “Ya, betul. Nenek itu dipilih sebagai tiang manusia. Nenek yang tak punya sanak saudara, yang sering hidup di bawah jembatan. Kuil kecil itu, dibuat untuk arwah nenek yang dijadikan tiang manusia itu.”

                Dengan tenang, kami menatap kuil kecil di sudut halaman sekolah yang disiram hujan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar